Senin, 10 November 2008

SERI PSIKOLOGI PERSUASI ( 2 ) - PRINSIP RESIPROKAL ( TIMBAL BALIK )


Beberapa tahun yang lalu, seorang profesor sebuah universitas melakukan percobaan kecil. Ia mengirimkan kartu ucapan kecil kepada orang-orang yang tidak dia kenal sama sekali. Walaupun telah memperkirakan adanya reaksi, namun tetap saja respon yang diterimanya luar biasa, kartu ucapan selamat berlibur terus mengalir kepadanya dari mereka yang tidak pernah bertemu atau mendengar darinya. Mayoritas mereka yang mengirimkan kartu ucapan balasan kepadanya tidak pernah mencari tahu siapa si profesor. Mereka menerima kartu ucapan selamat berlibur darinya dan secara otomatis mereka membalas dengan mengirimkan sebuah kartu kepadanya. Meski dilakukan dalam lingkup kecil, penelitian ini menunjukkan aksi dari salah satu senjata pengaruh yang ada di sekitar kita yaitu Prinsip Resiprokal ( Timbal Balik ).


Aturan tersebut menyatakan bahwa kita harus mencoba membalas, dengan balasan yang setimpal, apa yang telah diberikan orang lain kepada kita. Kisah yang menarik dari prinsip ini adalah seperti yang pernah dialami seorang mahasiswi yang ditulis dalam buku The Psychologi Influence Of Persuasion karya Robert B. Cialdini. Kisahnya begini :

“Sekitar satu tahun yang lalu saya tidak dapat menghidupkan mobil saya. Ketika saya terduduk disana, seorang pria datang mendorong mobil saya sampai mesin nya menyala. Saya mengucapkan terima kasih kepadanya. Dan ketika ia pergi, saya mempersilakannya untuk mampir jika membutuhkan bantuan. Satu bulan kemudian, orang tersebut mengetuk pintu rumah saya dan memohon kepada saya untuk meminjaminya mobil selama dua jam untuk berbelanja. Saya merasakan adanya perasaan wajib membalas budinya, namun juga tidak yakin karena mobil tersebut baru, dan dia terlihat agak terlalu muda. Kemudian, saya dapati ia masih berada dibawah umur dan tidak memiliki asuransi. Walaupun demikian saya meminjamkan juga mobil saya, dan dia menghancurkannya.”


Bagaimana mungkin seorang wanita yang berpendidikan bersedia untuk meminjamkan mobil barunya kepada orang asing yang masih sangat muda hanya karena pemuda tersebut pernah melakukan sebuah jasa kepadanya sebulan yang lalu. Salah satu alasan terpenting yang harus dicermati adalah ketidaknyamanan yang dirasakan mahasiswi tersebut karena ditimbulkan oleh perasaan berhutang.


Organisasi cacat veteran di Amerika pernah menerapkan sistem resiprokal ini. Mereka melaporkan bahwa organisasinya mendapatkan tanggapan dari surat sederhana berisi permohonan sumbangan yang dikirimkan hanya sebesar 18 persen. Akan tetapi ketika surat itu juga menyertakan hadiah yang tidak diminta ( permen, dll ) tingkat kesuksesan nya berlipat ganda hingga mencapai 35 persen dari total surat yang dikirimkan.


Prinsip turunan dari prinsip resiprokal ini adalah prinsip konsesi resiprokal. Untuk lebih jelasnya perhatikan kisah Cialdini ini : ”Suatu hari saya sedang berjalan di trotoar ketika seorang anak berusia sekitar 11-12 tahun mendekati saya. Anak itu memperkenalkan diri dan berkata bahwa dia menjual tiket sirkus tahunan Pramuka yang akan dilaksanakan malam minggu yang akan datang. Anak itu kemudian menanyakan apakah saya bersedia membeli tiket seharga 5 dollar per lembar yang dijualnya. Namun, karena menghabiskan waktu akhir minggu dengan para pramuka adalah prioritas terakhir, maka saya menolak tawaran tersebut. Kemudian anak itu menjawab : ”Baiklah, jika memang anda tidak ingin membeli tiket kami, bagaimana jika anda membeli sebatang coklat kami yang besar?”. ”Harganya hanya satu dollar”. Saya membeli beberapa batang coklat dan seketika saya menyadari bahwa sesuatu yang menarik telah terjadi. Saya sadar bahwa : (a) Saya tidak menyukai coklat batangan. (b) Saya menyukai uang. (c) Saya sedang berdiri dengan beberapa batang coklat yang ditawarkannya. (d) Anak tersebut pergi membawa beberapa dollar uang saya.


Begitulah prinsip konsesi resiprokal bekerja. Kita telah melihat bahwa aturan umumnya adalah bahwa setiap orang yang melakukan sesuatu untuk kita berhak mendapatkan perlakuan serupa sebagai balasannya. Konsekuensi lainnya adalah membuat sebuah konsesi atau kompromi bukan dari timbal balik jasa, melainkan kompromi atas sebuah permintaan yang besar menjadi sebuah permintaan yang lebih kecil. Permintaan anak itu kepada Cialdini untuk membeli coklat seharga satu dollar merupakan bentuk konsesi kepada anak itu. Permintaan itu diajukan sebagai ganti dari permintaan nya untuk membeli sebuah tiket sirkus tahunan seharga 5 dollar. Sebagaimana yang terjadi, prinsip konsesi itu memang ada, terlihat dari kepatuhannya untuk menuruti permintaan anak itu ketika ia mengubahnya menjadi permintaan yang lebih kecil, walaupun sebenarnya ia tidak tertarik kepada satupun diantara dua permintaan yang ditawarkannya. Sekilas prinsip ini mirip dengan prinsip kontras, namun perbedaan nya adalah perbedaan pilihan yang dibuat tidak terlalu mencolok.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar