“Ahh.. hari ini dia berkelahi lagi.. ini sudah kali kelima aku mendapati kejadian ini..” Bu Wahyuni bergumam sambil menitikkan air mata. Sekian banyak siswa yang menjadi anak didiknya, baru kali ini ada yg membuatnya berkali-kali menitikkan air mata. Dani Susanto, murid kelas 8 yang memiliki temperamen sangat labil. Bukan hanya teman-temannya yang pernah menjadi mitra tandingnya dalam berkelahi. Seorang guru pria bahkan pernah ditantangnya untuk berkelahi dan beberapa guru wanita pernah dibentaknya, termasuk Bu Wahyuni sebagai wali kelasnya. Beberapa guru telah merekomendasikan Dani untuk di berhentikan dari sekolah. Bu Wahyuni telah beberapa kali dipanggil kepala sekolah terkait hal ini. Ia pun sebenarnya belum memiliki solusi untuk menyelesaikan masalah ini, tapi nalurinya mengatakan Dani adalah anak yang baik dan cerdas. Walaupun hatinya pernah disakiti, tapi ia tahu kehadiran Dani dalam kehidupannya adalah anugerah Allah untuk menguji kesabaran dan kegigihannya sebagai seorang guru.
Bu Wahyuni membaca-baca data personal record milik Dani. Kelas 7 ia sudah menjadi temperamen, beberapa catatan tentang kenakalannya jelas tercatat disitu. Memukul kakak kelas dalam perkelahian di kantin pada bulan pertama masuk SMP. Menantang berkelahi guru fisika pada bulan ke 3 karena ia dihukum akibat tidak mengerjakan tugas. Terakhir sebelum kenaikan kelas ia juga kedapatan berkelahi dengan siswa sekolah lain. Secara akademis personal record Dani juga tidak terlalu bagus, ia masuk ke SMP dengan nilai sangat terbatas. Bu Wahyuni mencoba mencari data personal record Dani saat di SD, namun tidak ada dalam arsip sekolahnya. Sebagai seorang wali kelas, Bu Wahyuni pernah berbicara pada Dani tentang kenakalannya, tapi tidak ada perubahan yang berarti dalam diri Dani. Ini yang membuat Bu Wahyuni sempat berputus asa, walaupun ia masih berkeyakinan bahwa Dani adalah anak yang cerdas. Dalam kegundahannya, Bu Wahyuni menyerahkan sepenuhnya kepada yang Maha Mengetahui atas segala yang terjadi di alam ini. Ada sebait doa yang selalu ia lantunkan dalam doa-doa malamnya. “Ya Allah jika ia memang dihadirkan dalam kehidupanku untuk kubantu menyelesaikan permasalahannya, maka tunjukilah jalannya dan mudahkanlah penyelesaiannya”.
Allah menjawab doa Bu Wahyuni. Adalah Diana, seorang tetangga Dani yang juga bersekolah di sekolah itu. Ia bercerita panjang lebar tentang kehidupan masa kecil Dani. “Dani dulunya adalah bintang kelas Bu, dari kelas 1 sampai kelas 5 SD ia selalu menjadi juara kelas. Ia juga anak yang baik dan disukai teman-temannya, hingga musibah itu datang menimpanya. Hari itu adalah hari ulang tahunnya. Ia selalu bahagia bila hari ulang tahunnya diingat oleh orang-orang terdekatnya, terutama keluarganya. Hari itu juga seluruh kelas telah berencana akan memperingati hari ulang tahun Dani di sekolah. Acara sederhana berupa pembacaan doa dan makan bersama telah disiapkan oleh orang tua Dani. Semua teman-teman telah siap menunggu di sekolah. Tapi Allah berkehendak lain. Mobil yang dikendarai Mama Dani mengalami kecelakaan. Mama Dani meninggal dunia di lokasi kejadian dan hari itu berubah menjadi penuh duka, bukan hanya bagi keluarga Dani, tapi juga bagi kami teman-teman sekelasnya”. Bu Wahyuni hampir tak kuasa menahan air matanya, ia mencoba bertahan, “Kemudian bagaimana dengan Dani setelah kejadian itu?”. Diana kembali melanjutkan ceritanya, “Dani menjadi berubah Bu, menjadi pemarah, ia merasa sangat bersalah atas kejadian itu. Hari-harinya kemudian dipenuhi dengan perkelahian dengan siapapun yang ia inginkan. Nilai-nilai pelajarannya menjadi sangat rendah. Ia tidak peduli sama sekali dengan sekolahnya. Ia seperti kehilangan semangat hidup”. Bu Wahyuni menarik nafas panjang, ia mulai memahami apa yang harus ia lakukan setelah ini.
Kini Dani adalah murid yang benar-benar istimewa bagi Bu Wahyuni. Saat berbicara dengan Dani tidak ada lagi nasehat-nasehat yang diberikan Bu Wahyuni. Ia hanya mendengarkan apapun yang Dani bicarakan. Semua pendekatan yang selama ini dilakukan Bu Wahyuni berubah total. Dani membutuhkan sosok Ibu dalam kehidupannya, dan itulah yang dilakukan oleh Bu Wahyuni, menjadi ”Ibu” bagi setiap kegundahannya. Perlahan Dani mulai bisa mengendalikan dirinya. Ia mulai mau memperhatikan kembali semua pelajaran-pelajaran sekolahnya. Bu Wahyuni bahkan mendampingi Dani saat harus kembali kehilangan orang tuanya, saat ayahnya meninggal dunia karena penyakit jantung yang dideritanya. Dengan sabar ia perhatikan perkembangan Dani, hingga Dani lulus SMP dan menjadi lulusan dengan nilai terbaik. Kemudian Dani melanjutkan sekolahnya diluar kota, karena ia harus ikut tinggal bersama kakeknya disana.
Hari ini setelah 20 tahun tidak pernah berjumpa, Bu Wahyuni kembali menitikkan air matanya untuk Dani. Air mata yang menetes diatas selembar surat yang sedang dipegangnya. Dibalik kacamata tebalnya, ia masih bisa membaca beberapa kata-kata yang ukurannya agak besar di sampul suratnya. INVITATION. GRADUATION DAY. DOCTORAL PROGRAM. HARVARD UNIVERSITY. MRS. WAHYUNI. DANI SUSANTO’S MOTHER. Dan ada sebuah catatan kecil berupa tulisan tangan yang dibuat agak besar. “Bu Wahyuni, dengan segenap rasa hormat dan sayangku, ijinkan aku menyampaikan satu permohonan, bersediakah Ibu menggantikan orang tuaku untuk menghadiri perayaan hari kelulusanku ?”
Menjadi seorang guru adalah pekerjaan mulia, ia hadir bukan hanya untuk mengajar apalagi hanya mengejar kurikulum. Melainkan hadir untuk menjadi solusi bagi permasalahan orang-orang disekitarnya, terutama permasalahan anak-anak didiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar