Kamis, 06 Januari 2011

SERI GURU IDOLA 5 - Optimis & Pantang Mengeluh

Dalam suatu sessi konsultasi, seorang guru mengeluhkan kondisinya pada saya, ”Pak Catur, saya seorang guru biasa, gaji saya pas-pasan Pak, belum lagi kebutuhan ekonomi yang semakin mencekik, memang kebijakan pemerintah tidak memihak kami guru-guru kecil, mereka hanya mengurusi orang-orang kaya saja, bla bla bla..” ( keluhannya masih panjang dan menurut saya kurang produktif jika semuanya dituliskan disini ). Saya ingin banyak menambah pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan saya dalam mengajar, saya juga tertarik dengan materi-materi tentang teknik-teknik mengajar, tapi dengan kondisi keuangan seperti ini sepertinya tidak mungkin, mungkin saya ditakdirkan untuk tetap seperti ini...”


Saya tersenyum, tidak mungkin saya langsung memberi nasehat yang panjang saat ini, akhirnya saya ajak bercerita, ”Anda pernah mendengar cerita fabel tentang kisah dua ekor katak, Pak..??”. Masih terheran-heran ia menjawab, ”Sepertinya belum pernah Pak, memang bagaimana ceritanya..??”. Saya mulai bersiap untuk bercerita, ”Ceritanya begini” :


Suatu hari dua ekor katak berlompatan dengan riang di sebuah halaman rerumputan pada sebuah peternakan sapi. Tiba-tiba serombongan anak yang sedang bermain berusaha menangkap mereka. "Ayo cepat kita pergi”, kata salah seekor katak itu. "Aku melihat tempat persembunyian yang sulit dijangkau oleh mereka" kata si katak menunjuk arah kandang sapi perah yang ada didalam peternakan. "Ayo cepat" seru si katak pertama.


Kemudian keduanya melompat-lompat tinggi, lebih tinggi, semakin tinggi lompatannya dan sangat tinggi kearah pagar kandang menuju tempat dimana mereka akan bersembunyi. Kemudian "plung" pada lompatan terakhir, keduanya serentak mendarat di sebuah ember yang berisi susu segar dan segera mereka berenang ke tepi ember dan berusaha untuk naik keluar dari ember itu sambil sesekali melompat, tapi tidak berhasil. "Habislah kita kali ini, ember aluminium ini sungguh sangat licin, rasanya tidak mungkin memanjatnya, habislah kita kali ini, kita tak bisa kemana-mana lagi, kita akan mati tenggelam disini" kata katak kedua.


"Teruslah berusaha, teruslah berenang, teruslah mendayung" kata katak pertama, pasti ada cara untuk bisa keluar dari tempat ini, jangan menyerah. Mereka berduapun mendayung dan berenang kesana kemari sambil sesekali melompat berusaha melewati bibir ember. Setelah sekian jam mereka mendayung katak kedua mulai mengeluh lagi: "Saya sungguh lelah sekali, saya benar-benar kehabisan tenaga, susu ini kental sekali dan terlalu licin untuk keluar dari tempat ini".


"Ayo, teruslah berusaha, jangan menyerah" kata katak pertama memberi semangat. "Percuma saja, kita tidak akan pernah keluar hidup-hidup dari tempat ini, kita pasti mati disini keluhnya makin lemah" dan gerakan katak kedua itu makin lama makin lambat dan akhirnya tidak bergerak lagi, mati. Sementara itu katak pertama tidak putus asa, dengan sisa-sisa tenaganya masih berenang dan terus mengayunkan tangan dan kakinya sambil sesekali tetap membuat lompatan terus mencoba melewati ember yang mengurungnya. Saat malam menjelang pagi udara terasa sangat dingin, samar-samar terdengar ayam berkokok dan tanpa disadari kaki-kaki katak itu serasa mendapat pijakan. Katak itu sudah tidak mendayung lagi karena kakinya terasa berdiri diatas setumpuk mentega karena apa yang dilakukannya semalaman. Dan "hop" katak itupun membuat lompatan terakhir untuk keluar dan bebas dari ember yang mengubur temannya.


Saya melihat ia mulai tersenyum saat saya menutup cerita ini. Kemudian ia berujar, ”Saya mengerti maksud cerita ini Pak, tidak ada sesuatu yang bisa berubah jika kita tidak mengubahnya”.


”Hahaha.. Tepat sekali Pak” kemudian saya lanjutkan, ”Perbedaan katak pertama dan katak kedua adalah dari respon yang mereka berikan atas stimulus yang sama. Katak pertama merespon suatu musibah atau keadaan yang tidak mengenakkan bagi dirinya dengan respon yang positif. Optimis dan penuh dengan usaha keras. Sedangkan katak kedua merespon dengan respon yang negatif. Keluhan-keluhan yang melemahkan dan penuh dengan pesimisme. Sungguh sebuah respon itu bukanlah sesuatu yang bersifat otomatis, melainkan sebuah pilihan. Tidak diharuskan kita memilih untuk marah saat menerima sesuatu hal yang mengecewakan. Tidak diharuskan kita untuk memilih sikap mengeluh saat mendapati sesuatu yang tidak mengenakkan. Kita bebas untuk memilih respon apapun yang akan kita ambil, baik itu respon positif maupun respon negatif. Sekarang pertanyaan saya, berapa banyak orang yang mengalami kejadian seperti yang Anda alami..?? Kemudian apakah semua dari mereka merespon sama seperti respon Anda..??”.


Dan ia kembali tersenyum, seiring dengan cerita saya berikutnya tentang kisah seorang guru honorer dengan berbagai trik yang dilakukannya untuk menutupi kecilnya pendapatan, termasuk trik-trik untuk meringankan biaya pelatihan-pelatihan yang ingin diikutinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar