Selasa, 27 April 2010

SERI GURU IDOLA 2 - Semua Siswa Itu Cerdas

Suatu hari di sebuah sekolah sedang diadakan pertemuan internal para pengajar yang dipimpin langsung oleh sang kepala sekolah. Mereka sedang membahas pengunduran diri seorang wali kelas dari kelas yang mereka sebut sebagai “kelas anak-anak nakal”. Ini adalah kali kelima dimana wali kelas yang bertugas di kelas itu mengundurkan diri. Dalam rapat, dibahas tentang calon-calon pengganti wali kelas itu dan solusi untuk mengelola kelas tersebut. Saat satu persatu diminta untuk menggantikan menjadi wali kelas, spontan semua guru dengan tegas menolaknya. Tidak ada satupun yang bersedia untuk menjadi wali kelas di kelas tersebut. Karena mereka tahu kelas tersebut adalah kelas yang paling susah diatur, siswanya sering membantah perintah guru, sering keluar kelas saat jam pelajaran berlangsung, sering membuat gaduh dikelas, bahkan beberapa kaca sekolah pecah karena mereka bermain sepak bola didalam kelas. Mereka yang menolak malah memberikan beberapa usulan. Ada yang mengusulkan untuk dilebur dengan kelas lain, ada yang mengusulkan untuk dititipkan disekolah lain sebagai kelas titipan, ada yang mengusulkan untuk memindahkan kelas tersebut ke sekolah lain.


Kemudian kepala sekolah menutup rapat hari itu dengan keputusannya, “Baiklah, usulan rekan-rekan akan saya pertimbangkan, kita berikan satu kesempatan lagi, kebetulan minggu depan kita akan kedatangan seorang guru baru, mungkin ia bisa mengelola kelas ini, jika yang terakhir ini juga tidak bisa maka akan kita pilih salah satu opsi dari usulan rekan-rekan tadi. Dan untuk mengisi kekosongan, maka dalam satu minggu kedepan biar saya yang akan menangani langsung kelas ini”. Semua guru menyetujui keputusan itu, walaupun dalam kondisi keraguan mereka terhadap sang guru baru, mengingat guru-guru senior disekolah itu saja tidak mampu untuk mengelola kelas tersebut.


Seminggu kemudian datanglah sang guru baru, tanpa diberitahukan tentang kondisi kelas ia langsung diminta oleh kepala sekolah untuk menjadi wali kelas di kelas tersebut. Ia hanya diberikan daftar nama dan absensi siswa di kelas tersebut. Pak Ahmad nama guru baru itu. Ia menerima tugas tersebut dengan senang hati. Ia mulai mempelajari kondisi kelas, diperhatikannya daftar nama yang baru ia terima. Abadi Putra 132, Ajat Sudrajat 129, Anwar Sanusi 125, Amelia Santi 137, Budi Baskoro 123, Cahya Arisanti 135. Ia mengamati satu persatu nama tersebut hingga nama terakhir. “Hmm, semua IQ nya diatas rata-rata, tidak ada yang rendah, sepertinya akan mudah”, gumamnya setelah membaca daftar nama siswa.


Pak Ahmad memulai hari dengan gembira, karena mulai hari ini ia akan belajar dengan siswa-siswi yang cerdas. “Pasti hari ini akan menyenangkan” ujarnya. Hari pertama mengajar, Pak Ahmad kerepotan dengan kegaduhan dikelas dan beberapa siswa yang suka membantah. Esoknya ia berpikir, “Hmm, mungkin anak-anak cerdas memang membutuhkan penyaluran keinginan untuk berpendapat”. Ia kemudian membuat sebuah forum diskusi santai, dan para siswa antusias mengikutinya karena mereka tidak dilarang-larang lagi untuk berbicara di kelas, semua siswa yang sering membuat gaduh dan yang suka membantah dapat menyampaikan pendapatnya dalam diskusi santai itu.


Beberapa hari berikutnya kembali Pak Ahmad kerepotan. Kali ini mengenai mereka yang sering keluar saat jam pelajaran berlangsung. Ia mulai berpikir, “Hmm, mungkin anak-anak cerdas sering jenuh jika terlalu lama di kelas”. Akhirnya hari itu ia membawa anak-anak ke kebun belakang. “Anak-anak kali ini kita belajar di luar kelas, selain udaranya lebih segar, belajar diluar juga bagus untuk menghilangkan kejenuhan” begitu kata Pak Ahmad kepada para siswa saat memulai pelajaran hari itu. Akhirnya beberapa variasi-variasi mengajar mulai ia gunakan mengingat kebutuhan anak-anak cerdas pasti akan lebih variatif. Mulai dari games dalam ruangan dan luar ruangan, lomba menyanyi dikelas, pengenalan multimedia, liputan pandangan mata ke sekolah lain, acara-acara sosial ke masyarakat sekitar sekolah, bahkan ia sering sekali mengubah jadwal pelajaran karena melihat kebutuhan para siswa saat itu.


Akhirnya kerja keras Pak Ahmad membuahkan hasil, kelasnya menjadi kelas terbaik saat hasil evaluasi penilaian siswa dibagikan. Bahkan beberapa orang siswa dikelasnya menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti beberapa lomba di wilayah tersebut.


Kemudian kepala sekolah menghampiri Pak Ahmad, “Selamat ya Pak Ahmad, meskipun guru baru, tapi Anda bisa membawa kelas ini menjadi yang terbaik tahun ini”.


Pak Ahmad menjawab dengan rendah hati, “Bukan karena saya Pak, saya hanya memenuhi kebutuhan mereka, anak-anak dengan IQ tinggi memang memiliki keinginan yang lebih banyak”.


Kepala sekolah malah mengernyitkan dahinya, “IQ tinggi..?? darimana Pak Ahmad tahu..?? setahu saya semua siswa disini belum pernah mengikuti Tes IQ”.


Dengan sedikit heran Pak Ahmad berujar, “Loh bukannya angka-angka yang ada disamping nama-nama mereka itu adalah nilai IQ mereka Pak..?? Saya dapatkan angka-angka itu dari daftar nama yang Bapak berikan waktu pertama kali saya datang ke sekolah ini”.


“Hahahaha... Ini yang namanya kesalahpahaman berakibat positif. Angka-angka yang ada disamping nama mereka itu sesungguhnya adalah tinggi badan mereka Pak. Kebetulan waktu itu mereka baru saja mengikuti pengukuran tinggi badan untuk keperluan pengambilan data oleh salah seorang mahasiswa yang sedang melakukan penelitian tentang hubungan tinggi badan dan keaktifan siswa”, kepala sekolah tertawa setelah mengetahui kejadian itu.


Menganggap siswa bodoh ataupun nakal hanya akan menjebak persepsi kita pada kenegatifan, bahkan kecenderungan untuk mengklaim bahwa mereka tidak akan bisa berkembang. Padahal setiap anak memiliki keistimewaan masing-masing. Tidak ada anak yang bodoh, melainkan hanya belum tergali potensi besarnya, galilah potensi mereka, kemudian lihatlah apa yang akan Anda dapatkan. Untuk menjadi positif, kita tidak memerlukan informasi negatif yang terlalu hiperbolis. Atau bahkan terkadang kita tidak memerlukan informasi negatif sama sekali, jika itu malah membuat sudut pandang kita melemahkan mereka, kecuali jika kita sangat memerlukannya untuk melakukan perbaikan terhadap mereka.


Sekarang, masihkah kita menganggap ada siswa bodoh di kelas kita..??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar